Thursday, January 14, 2021

How Did I Survive 2020? My Melbourne Lockdown Experience

Tahun lalu adalah masa-masa yang berat untuk banyak orang karna situasi pandemi ini. Yang aku alami di Melbourne, kurang lebihnya sih sama. Di tahun kedua, aku berharap bisa melakukan banyak hal yang ternyata harus dikubur dalam-dalam hahaha. Mungkin aku akan sedikit rewind pengalaman yang aku rasakan di tahun lalu, just to remember how I survived my master life on the pandemic situation.

Januari

Seperti di postingan sebelumnya, Januari 2020, aku kembali ke Melbourne setelah liburan sebentar di Indonesia. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur sempat mengajak Bunda ke Melbourne sebelum corona heboh masuk Australia. I had my great time with her.



Februari

Di Februari sebelum semester 3 dimulai, aku ikut program Business Practicum  di Macquarie Bank sebagai bagian dari studiku. Bisa dibilang semacam internship. Bersama dengan beberapa teman, kami bekerja di kantor Macquarie setiap hari. I was so excited karna akhirnya bisa merasakan bekerja secara formal di sini. Jadi bisa merasakan hectic nya setiap hari harus bangun pagi dan satu tram bersama orang-orang berjas yang juga mau berangkat kerja hahaha.

With my team and my supervisor

Meskipun corona sudah heboh di China, kami di Melbourne masih santai. Bahkan beberapa festival besar masih diadakan. Aku dan housemateku, Kak Tantha, sempat pergi ke festival Moomba. Mungkin ini terakhir kalinya kami pergi ke kerumunan orang tanpa bayang-bayang corona. 

Festival terakhir yang aku datengin sebelum corona. Masih bebas tanpa insecure!

Maret

It was when corona came… Kalau nggak salah, aku sempat ikut kuliah selama 3 minggu on-campus dan setelah itu semua dilakukan secara online. Waktu awal-awal masuk, kelasnya lumayan sepi. Karna di jurusanku sendiri, banyak banget mahasiswa Chinese. Sementara sejak bulan Januari, penerbangan dari China udah di banned untuk masuk Australia karna kasus Wuhan yang sangat mengkhawatirkan. Karna hal ini, beberapa teman yang berasal dari China akhirnya harus masuk ke third country, misalnya lewat Thailand, Malaysia, Korea, maupun negara lain agar bisa masuk ke Australia. Di minggu-minggu awal kuliah, dosen-dosen masih sangat optimis bahwa kelas akan penuh pada minggu kelima setelah teman-teman dari China berhasil masuk ke Australia.

At that time, we did not aware at all that the virus would spread all over the world. Bahkan di awal-awal, pemerintah Australia hanya menganjurkan agar masker digunakan oleh orang yang memang mempunyai gejala covid. Jadi, kalau kita memakai masker di tempat-tempat umum, justru orang-orang akan memandang aneh karna dikira kita sudah memiliki virus. One of my Asian friend juga jadi korban rasis gara-gara dia menggunakan masker di tram. Dia mendapat perlakuan tidak mengenakkan karna salah satu orang lokal berkata kasar dan menuduh bahwa kita lah orang-orang Asia yang membawa virus itu datang.

Di bulan Maret, akhirnya semua penerbangan ke Australia dibanned kecuali untuk warga negara Australia dan kita memasuki masa-masa lockdown. Beberapa teman akhirnya harus mengurungkan niatnya untuk kembali ke Melbourne. Beruntungnya, salah satu sahabatku, Elyon, bisa masuk ke Australia tepat sehari sebelum semua penerbangan dibanned setelah dia mengungsi dulu di Korea Selatan. I was so grateful that at least I could see her again. Lockdown kali ini meliputi toko-toko retail yang harus ditutup, pembatasan berpergian yang tidak boleh bergerombol, pembatasan orang yang datang ke rumah.

Lunch terakhir sama Elyon, tepat sehari sebelum lockdown dan semuanya ditutup

Semester ini sebenarnya aku sangat senang karna bisa mendapatkan kesempatan untuk bekerja part-time di kampus. Tapi karna situasinya tidak memungkinkan, akhirnya aku harus di lay-off karna pekerjaannya yang tidak dimungkinkan WFH. Rasanya sangat sedih karna aku sudah beberapa kali apply part-time job di kampus dan gagal. Sekalinya keterima, justru tidak bisa lanjut bekerja. I was so disappointed, but yeah, nothing I could do. 

Tim Telethon Unimelb, tempat aku seharusnya bekerja part-time


Masa-masa lockdown pertama, pagi pun masih sepi di city

April

Di awal-awal kuliah online, aku masih berusaha menyesuaikan diri. Sebenarnya tidak jauh berbeda. Bahkan kalau dilihat-lihat, justru harusnya bisa semakin produktif karna aku tidak perlu siap-siap ke kampus dan tidak perlu melakukan perjalanan ke kampus. Hanya saja, butuh motivasi lebih untuk bisa fokus karna aku terbiasa belajar di perpustakaan. Di rumah, banyak sekali godaan untuk melakukan sesuatu yang lain. Karna di kampus terbiasa bertemu teman dan pergi kesana kemari, jadi belajar di rumah bisa menjadi sangat membosankan.

Untuk mengurangi rasa bosan ini, akhirnya aku sering-sering video call dengan beberapa teman. Aku juga jadi rajin olahraga terutama sama Kak Atika, housemateku. Sehabis olahraga, biasanya kami sekalian pergi beli makan ke daerah city sekaligus jalan-jalan.

Tempat favorit untuk jogging di Princess Park


Biasanya habis olahraga, lanjut jalan ke city sama Kak Atika

Mei

Yang paling berasa adalah tidak bisa menikmati nikmatnya Ramadhan dan lebaran beramai-ramai. Akhirnya, kami bikin acara lebaran sendiri di rumah dengan mematuhi jumlah maksimal orang yang bisa berkunjung. Setidaknya, suasana lebaran masih ada meskipun harus lebaran dengan orang-orang terdekat saja. Ini juga pertama kalinya aku melakukan zoom call dengan keluarga besar dan teman-teman kuliah S1 karna mereka yang di Indonesia juga tidak bisa saling berkunjung. Cukup terharu juga sih, karna dengan adanya zoom call ini, justru lebih bisa silaturahmi dengan lebih banyak orang terutama dengan teman-teman kuliah dulu.



Lebaran di rumah

Zoom call sama Dekatria

Aku dan housemateku juga sempat trip keluar Melbourne untuk menikmati autumn. Bersyukur banget sih masih bisa jalan-jalan. Meskipun banyak banget plan jalan-jalan yang harus dibatalkan karna corona ini, terutama trip ke NZ huhu.


Malmsbury Botanic Garden and Lake

Juni

Juni ini adalah masa-masa ujian. Yang biasanya harus ujian di Royal Exhibition Building, jadi harus online. Dari yang mata kuliah ujian close book, jadi dibuat open book dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Awalnya deg-deg an parah, but I was glad that I did well.

Juli

Sekitar bulan Juni - Juli, retail-retail udah mulai buka. Orang mulai berpergian lagi bahkan tempat untuk dine-in sudah dibuka, sehingga orang sudah bisa nongkrong. Bulan ini adalah winter break. Sebelum Kak Atika balik ke Indonesia, kami serumah sudah berencana untuk pergi melihat salju yang lokasinya cukup jauh dari rumah. Sayangnya, kasus di Melbourne semakin memburuk, akhirnya tempat-tempat wisata pun di tutup lagi. Intinya acara liburan pun gagal total! Alhamdulillah masih sempat jalan-jalan mengunjungi teman meskipun cuma ke tempat-tempat yang dekat.

Agustus - Oktober

Di awal Agustus, akhirnya karna kasus yang justru bertambah tinggi dari sebelumnya, Melbourne memasuki strict lockdown yang mengharuskan kita untuk tidak berpergian lebih dari 5 km dari rumah, mengikuti aturan jam malam, membatasi jam olahraga di luar, dan pergi keluar hanya untuk kepentingan penting. Intinya lockdown yang kali ini sangat strict, bahkan aku sudah tidak bisa pergi ke city hanya untuk membeli makanan. Semua retail tutup lagi. Alhasil, semua rencana bertemu dengan teman-teman pun harus dibatalkan.

Strict lockdown ini berlangsung cukup lama, bahkan hingga akhir Oktober kami baru bisa pergi melebihi 5 km dari rumah. Di semester keempat ini cukup stres sih, karna benar-benar tidak bisa kemana-mana. Karna aku tinggal cukup jauh dari city, jadi tidak banyak hiburan yang bisa dilakukan selain olahraga hahaha.

Overall, bersyukur banget karna masih tinggal di rumah bersama housemateku. Jadi masih ada teman belajar bareng di ruang tamu, masih bisa olahraga bareng, makan bareng, dan mengambil jatah makanan gratis bareng dari kampus. Rasanya benar-benar tidak sanggup kalau harus menghadapi ini sendirian huhuhu.

Buat yoga bareng di rumah

Di hari strict lockdown diumumkan, semua orang panic buying

Di samping kuliah, aku juga punya project lain seperti menjadi Project Consultant di BusinessOne Consulting, sebuah consulting club di kampus, dimana aku dan tim menjadi konsultan untuk perusahaan start-up di Melbourne. Selain itu, aku bersama beberapa teman juga mengembangkan social project, LatihID yang sudah aku ceritakan di post sebelumnya. Jadi, aku bisa semakin sibuk dan tidak merasa kesepian. Aku juga jadi sering dinner sambil zoom call dengan beberapa teman dan yang paling seru, jadi sering main AmongUs bersama teman-teman BusinessOne.

Teman-teman marketing intern LatihID Summer Internship



Dinner bersama tim B1

Bersama Mas Nabil dan Elin, aku juga ikut lomba Start Up di kampus dengan mengikutsertakan LatihID. Selain itu, bersama tim di BusinessOne, aku juga ikut kompetisi Innovation Cup mewakili tim Unimelb. Setidaknya kegiatan-kegiatan ini yang membuat aku jadi menyibukkan diri. I was so grateful for that.

Di semester ini, aku juga mulai sibuk apply pekerjaan dan mengikuti proses rekruitmen secara online. Jujur ini juga salah satu masa-masa yang sulit dan cukup stressful. Tapi alhamdulillah akhrinya aku masih diberi rejeki untuk mendapatkan pekerjaan di masa-masa sulit ini.

November

Di akhir September, sebenarnya aku sudah memutuskan untuk pulang ke Indonesia lebih awal dan menyelesaikan semua ujianku di rumah. Setelah didiskusikan dengan orang tua, ada beberapa pertimbangan yang membuat aku akhirnya memutuskan untuk pulang. Akhir Oktober, ketika kami sudah bisa berpergian lebih dari 5 km, akhirnya aku dan housemateku melakukan pre-graduation photo untuk kenang-kenangan karna acara graduation pun dibatalkan.

Aku pulang ke Indonesia di awal November. Sebelum pulang, aku harus tes PCR yang pada saat itu masih berlaku untuk 7 hari. Tidak seperti aturan yang terbaru, waktu itu aku tidak perlu mengikuti karantina dari pemerintah setibanya di Indonesia karna sudah memiliki PCR test dari negara asal. Pengalaman pulang kali ini benar-benar berbeda karna di bandara Melbourne dan di pesawat pun sepiii sekali. Ketika aku pulang, international border belum dibuka dan interstate border yang dibuka masih sangat minim. Jadi wajar kalau bandara masih sangat sepi. Hal berbeda aku rasakan ketika sampai Indonesia, karna bandara sudah cukup ramai hahaha. Langsung jetlag deh…


Kondisi di terminal internasional

Akhirnya aku menyelesaikan ujianku di rumah dan dan Alhamdulillah officially graduated pada 22 December 2020. Meskipun setahun kebelakang aku tidak bisa menikmati Melbourne seutuhnya, ada banyak hal yang aku syukuri. Karna bisa pulang lebih awal, aku jadi bisa banyak menghabiskan waktu sama orang tua. Selalu bisa makan bareng, olah raga bareng, ngobrol bareng, dll. Mungkin ini jadi salah satu berkah terbesar dari pandemi ini buat aku. Well, I’m starting my new journey on next month! Hopefully ini adalah keputusan yang tepat dan semoga diberkahi untuk perjalanan ke depannya.

Untuk teman-teman yang membaca, stay safe and health ya! GBU!

0 comments:

Post a Comment