Tahun lalu adalah masa-masa yang berat untuk banyak orang
karna situasi pandemi ini. Yang aku alami di Melbourne, kurang lebihnya sih
sama. Di tahun kedua, aku berharap bisa melakukan banyak hal yang ternyata
harus dikubur dalam-dalam hahaha. Mungkin aku akan sedikit rewind pengalaman
yang aku rasakan di tahun lalu, just to remember how I survived my master life on
the pandemic situation.
Januari
Seperti di postingan sebelumnya, Januari 2020, aku kembali
ke Melbourne setelah liburan sebentar di Indonesia. Alhamdulillah, aku sangat
bersyukur sempat mengajak Bunda ke Melbourne sebelum corona heboh masuk
Australia. I had my great time with her.
Februari
Di Februari sebelum semester 3 dimulai, aku ikut program
Business Practicum di Macquarie Bank sebagai bagian dari studiku. Bisa dibilang
semacam internship. Bersama dengan beberapa teman, kami bekerja di kantor
Macquarie setiap hari. I was so excited karna akhirnya bisa merasakan bekerja secara
formal di sini. Jadi bisa merasakan hectic nya setiap hari harus bangun pagi
dan satu tram bersama orang-orang berjas yang juga mau berangkat kerja hahaha.
|
With my team and my supervisor
|
Meskipun corona sudah heboh di China, kami di Melbourne masih santai. Bahkan beberapa festival besar masih diadakan. Aku dan housemateku, Kak Tantha, sempat pergi ke festival Moomba. Mungkin ini terakhir kalinya kami pergi ke kerumunan orang tanpa bayang-bayang corona. |
Festival terakhir yang aku datengin sebelum corona. Masih bebas tanpa insecure! |
Maret
It was when corona came… Kalau nggak salah, aku sempat
ikut kuliah selama 3 minggu on-campus dan setelah itu semua dilakukan secara
online. Waktu awal-awal masuk, kelasnya lumayan sepi. Karna di jurusanku sendiri,
banyak banget mahasiswa Chinese. Sementara sejak bulan Januari, penerbangan
dari China udah di banned untuk masuk Australia karna kasus Wuhan yang sangat
mengkhawatirkan. Karna hal ini, beberapa teman yang berasal dari China akhirnya
harus masuk ke third country, misalnya lewat Thailand, Malaysia, Korea, maupun
negara lain agar bisa masuk ke Australia. Di minggu-minggu awal kuliah,
dosen-dosen masih sangat optimis bahwa kelas akan penuh pada minggu kelima
setelah teman-teman dari China berhasil masuk ke Australia.
At that time, we did not aware at all that the virus would
spread all over the world. Bahkan di awal-awal, pemerintah Australia hanya
menganjurkan agar masker digunakan oleh orang yang memang mempunyai gejala
covid. Jadi, kalau kita memakai masker di tempat-tempat umum, justru orang-orang
akan memandang aneh karna dikira kita sudah memiliki virus. One of my Asian
friend juga jadi korban rasis gara-gara dia menggunakan masker di tram. Dia
mendapat perlakuan tidak mengenakkan karna salah satu orang lokal berkata kasar
dan menuduh bahwa kita lah orang-orang Asia yang membawa virus itu datang.
Di bulan Maret, akhirnya semua penerbangan ke Australia
dibanned kecuali untuk warga negara Australia dan kita memasuki masa-masa
lockdown. Beberapa teman akhirnya harus mengurungkan niatnya untuk kembali ke
Melbourne. Beruntungnya, salah satu sahabatku, Elyon, bisa masuk ke Australia
tepat sehari sebelum semua penerbangan dibanned setelah dia mengungsi dulu di Korea Selatan. I was so grateful that at least
I could see her again. Lockdown kali ini meliputi toko-toko retail yang harus ditutup, pembatasan berpergian yang tidak boleh bergerombol, pembatasan orang yang datang ke rumah.
|
Lunch terakhir sama Elyon, tepat sehari sebelum lockdown dan semuanya ditutup |
Semester ini sebenarnya aku sangat senang karna bisa
mendapatkan kesempatan untuk bekerja part-time di kampus. Tapi karna situasinya
tidak memungkinkan, akhirnya aku harus di lay-off karna pekerjaannya yang tidak dimungkinkan WFH. Rasanya sangat sedih karna aku
sudah beberapa kali apply part-time job di kampus dan gagal. Sekalinya
keterima, justru tidak bisa lanjut bekerja. I was so disappointed, but yeah,
nothing I could do.
|
Tim Telethon Unimelb, tempat aku seharusnya bekerja part-time |
|
Masa-masa lockdown pertama, pagi pun masih sepi di city |
April
Di awal-awal kuliah online, aku masih berusaha menyesuaikan diri.
Sebenarnya tidak jauh berbeda. Bahkan kalau dilihat-lihat, justru harusnya bisa
semakin produktif karna aku tidak perlu siap-siap ke kampus dan tidak perlu melakukan
perjalanan ke kampus. Hanya saja, butuh motivasi lebih untuk bisa fokus karna
aku terbiasa belajar di perpustakaan. Di rumah, banyak sekali godaan untuk
melakukan sesuatu yang lain. Karna di kampus terbiasa bertemu teman dan pergi
kesana kemari, jadi belajar di rumah bisa menjadi sangat membosankan.
Untuk mengurangi rasa bosan ini, akhirnya aku sering-sering
video call dengan beberapa teman. Aku juga jadi rajin olahraga terutama sama
Kak Atika, housemateku. Sehabis olahraga, biasanya kami sekalian pergi beli
makan ke daerah city sekaligus jalan-jalan.
|
Tempat favorit untuk jogging di Princess Park |
|
Biasanya habis olahraga, lanjut jalan ke city sama Kak Atika |
Mei
Yang paling berasa adalah tidak bisa menikmati nikmatnya
Ramadhan dan lebaran beramai-ramai. Akhirnya, kami bikin acara lebaran sendiri di
rumah dengan mematuhi jumlah maksimal orang yang bisa berkunjung. Setidaknya,
suasana lebaran masih ada meskipun harus lebaran dengan orang-orang terdekat
saja. Ini juga pertama kalinya aku melakukan zoom call dengan keluarga besar
dan teman-teman kuliah S1 karna mereka yang di Indonesia juga tidak bisa saling
berkunjung. Cukup terharu juga sih, karna dengan adanya zoom call ini, justru lebih
bisa silaturahmi dengan lebih banyak orang terutama dengan teman-teman kuliah
dulu.
|
Lebaran di rumah |
|
Zoom call sama Dekatria |
Aku dan housemateku juga sempat trip keluar Melbourne untuk
menikmati autumn. Bersyukur banget sih masih bisa jalan-jalan. Meskipun banyak
banget plan jalan-jalan yang harus dibatalkan karna corona ini, terutama trip ke
NZ huhu.
|
Malmsbury Botanic Garden and Lake |
Juni
Juni ini adalah masa-masa ujian. Yang biasanya harus ujian
di Royal Exhibition Building, jadi harus online. Dari yang mata kuliah ujian
close book, jadi dibuat open book dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Awalnya
deg-deg an parah, but I was glad that I did well.
Juli
Sekitar bulan Juni - Juli, retail-retail udah mulai buka.
Orang mulai berpergian lagi bahkan tempat untuk dine-in sudah dibuka, sehingga
orang sudah bisa nongkrong. Bulan ini adalah winter break. Sebelum Kak Atika
balik ke Indonesia, kami serumah sudah berencana untuk pergi melihat salju yang
lokasinya cukup jauh dari rumah. Sayangnya, kasus di Melbourne semakin
memburuk, akhirnya tempat-tempat wisata pun di tutup lagi. Intinya acara
liburan pun gagal total! Alhamdulillah masih sempat jalan-jalan mengunjungi
teman meskipun cuma ke tempat-tempat yang dekat.
Agustus - Oktober
Di awal Agustus, akhirnya karna kasus yang justru bertambah
tinggi dari sebelumnya, Melbourne memasuki strict lockdown yang mengharuskan
kita untuk tidak berpergian lebih dari 5 km dari rumah, mengikuti aturan jam
malam, membatasi jam olahraga di luar, dan pergi keluar hanya untuk kepentingan
penting. Intinya lockdown yang kali ini sangat strict, bahkan aku sudah tidak
bisa pergi ke city hanya untuk membeli makanan. Semua retail tutup lagi.
Alhasil, semua rencana bertemu dengan teman-teman pun harus dibatalkan.
Strict lockdown ini berlangsung cukup lama, bahkan hingga
akhir Oktober kami baru bisa pergi melebihi 5 km dari rumah. Di semester
keempat ini cukup stres sih, karna benar-benar tidak bisa kemana-mana. Karna
aku tinggal cukup jauh dari city, jadi tidak banyak hiburan yang bisa dilakukan
selain olahraga hahaha.
Overall, bersyukur banget karna masih tinggal di rumah bersama
housemateku. Jadi masih ada teman belajar bareng di ruang tamu, masih bisa olahraga
bareng, makan bareng, dan mengambil jatah makanan gratis bareng dari kampus. Rasanya
benar-benar tidak sanggup kalau harus menghadapi ini sendirian huhuhu.
|
Buat yoga bareng di rumah |
|
Di hari strict lockdown diumumkan, semua orang panic buying |
Di samping kuliah, aku juga punya project lain seperti
menjadi Project Consultant di BusinessOne Consulting, sebuah consulting club di
kampus, dimana aku dan tim menjadi konsultan untuk perusahaan start-up di
Melbourne. Selain itu, aku bersama beberapa teman juga mengembangkan social
project, LatihID yang sudah aku ceritakan di post sebelumnya. Jadi, aku bisa
semakin sibuk dan tidak merasa kesepian. Aku juga jadi sering dinner sambil
zoom call dengan beberapa teman dan yang paling seru, jadi sering main AmongUs bersama
teman-teman BusinessOne.
|
Teman-teman marketing intern LatihID Summer Internship |
|
Dinner bersama tim B1 |
Bersama Mas Nabil dan Elin, aku juga ikut lomba Start Up di kampus dengan mengikutsertakan LatihID. Selain itu, bersama tim di BusinessOne, aku juga ikut kompetisi Innovation Cup mewakili tim Unimelb. Setidaknya kegiatan-kegiatan ini yang membuat aku jadi menyibukkan diri. I was so grateful for that.
Di semester ini, aku juga mulai sibuk apply pekerjaan dan
mengikuti proses rekruitmen secara online. Jujur ini juga salah satu masa-masa
yang sulit dan cukup stressful. Tapi alhamdulillah akhrinya aku masih diberi
rejeki untuk mendapatkan pekerjaan di masa-masa sulit ini.
November
Di akhir September, sebenarnya aku sudah memutuskan untuk pulang
ke Indonesia lebih awal dan menyelesaikan semua ujianku di rumah. Setelah
didiskusikan dengan orang tua, ada beberapa pertimbangan yang membuat aku
akhirnya memutuskan untuk pulang. Akhir Oktober, ketika kami sudah bisa berpergian
lebih dari 5 km, akhirnya aku dan housemateku melakukan pre-graduation photo
untuk kenang-kenangan karna acara graduation pun dibatalkan.
Aku pulang ke Indonesia di awal November. Sebelum pulang,
aku harus tes PCR yang pada saat itu masih berlaku untuk 7 hari. Tidak seperti
aturan yang terbaru, waktu itu aku tidak perlu mengikuti karantina dari pemerintah
setibanya di Indonesia karna sudah memiliki PCR test dari negara asal. Pengalaman
pulang kali ini benar-benar berbeda karna di bandara Melbourne dan di pesawat
pun sepiii sekali. Ketika aku pulang, international border belum dibuka dan
interstate border yang dibuka masih sangat minim. Jadi wajar kalau bandara
masih sangat sepi. Hal berbeda aku rasakan ketika sampai Indonesia, karna
bandara sudah cukup ramai hahaha. Langsung jetlag deh…
|
Kondisi di terminal internasional |
Akhirnya aku menyelesaikan ujianku di rumah dan dan
Alhamdulillah officially graduated pada 22 December 2020. Meskipun setahun
kebelakang aku tidak bisa menikmati Melbourne seutuhnya, ada banyak hal yang
aku syukuri. Karna bisa pulang lebih awal, aku jadi bisa banyak menghabiskan
waktu sama orang tua. Selalu bisa makan bareng, olah raga bareng, ngobrol
bareng, dll. Mungkin ini jadi salah satu berkah terbesar dari pandemi ini buat
aku. Well, I’m starting my new journey on next month! Hopefully ini adalah
keputusan yang tepat dan semoga diberkahi untuk perjalanan ke depannya.
Untuk teman-teman yang membaca, stay safe and health ya!
GBU!